Empat bulan yang lalu saat saya berkunjung ke Surabaya seorang sahabat (semasa SMA) memberikan sebuah buku pada saya. Awalnya saya tidak mengerti maksud dia memberikan buku tersebut. Dan setelah saya baca ternyata memberikan buku adalah sebuah sindiran halus bagi saya. Mengapa saya katakan itu sindiran halus? karena buku yang sekarang menjadi salah satu koleksi di perpustakaan mini saya berjudul ” Libatkanlah Allah!” karangan Haritsah J. Mustafa.
Dalam buku tersebut di jelaskan cara meraih sukses yaitu dengan menjadikan Allah sebagai mitra sukses sejak melangkah dari awal perjalanan. Disinilah tamparan itu saya rasakan. Selama ini saya terlalu percaya diri dengan kemampuan yang saya miliki. Terlalu sombong bahkan angkuh untuk menengadahkan tangan memohon pertolonganNya. Ketika saya berada dalam kondisi ‘terpuruk’ yang saya lakukan hanyalah menggerutu dan menyalahkan orang lain tanpa harus mengkoreksi diri sendiri serta memohon petunjukNya.
Katakanlah, ‘Hanya kepunyaan Allah Pertolongan itu semuanya. Bagi-Nya kekuasaan yang ada dilangit dan di bumi. Kemudian kepadaNyalah kalian di kembalikan.’ (Qs. az-Zumar:44)
Sekilas saya teringat kapan untuk yang terakhir kalinya menyapa Allah di sepertiga malam terakhir, kapan terakhir kalinya melantunkan ayat suci Al-Quran, dan kapan terakhir kalinya bergaul dengan teman-teman yang dulu senantiasa mengingatkan saat saya melakukan kesalahan. Baru saya sadari telah kehilangan saat-saat bersama para sahabat bercengkrama berdiskusi masalah islam, topik yang berkembang dan segala hal yang tidak saya pahami.
Sudah berapa lama saya terlena dalam kehidupan yang ”nyaman” dan keluar dari koridorNya? Sudah berapa lembar dosa dan kesalahan yang di catat oleh malaikat?. Sudah berapa ribu kali saya mengeluh dan menyalahkanNya? Astagfirullah! kali ini saya merasa beruntung bahkan amat sangat beruntung, kembali diingatkan untuk melangkah dijalanNya.
Sudah menjadi kodrat bahwa sesungguhnya manusia tempatnya salah dan dosa. Namun saya meyakini bahwa sebaik-baiknya orang yang bersalah atau orang yang berdosa itu adalah mereka yang segera melakukan taubat kepadaNya. dalam buku ‘Libatkanlah Allah!’ dijelaskan bahwa, janganlah sekali-kali memiliki suatu prasangka bahwa dosa yang sudah terlanjur untuk kita lakukan tidak akan diamouni olehNya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh kemudian tetap berjalan di jalan yang benar.” (Qs. Thaahaa:82)
Hikmah di balik cobaan
Sering saya mendengar bahwa Allah berfirman dalam Al-Quran bahwasanya apa yang tidak kita sukai kadang-kadang adalah yang terbaik bagi kita, sebaliknya apa yang kita inginkan sebenarnya adalah hal yang buruk bagi kita. selain itu, Allah tidak akan memberikan apa yang kita inginkan, namun akan memberikan apa yang kita butuhkan. Tidak jarang kita bahkan saya sendiri suudzan saat apa yang saya harapkan tidak menjadi kenyataan, hal itu di karenakan saya belum bahkan tidak mengerti sebenarnya yang saya inginkan tersebut apakah benar-benar saya butuhkan. Ketika kita mendapatkan sesuatu yang dianggap ‘musibah’ prasangka buruk pada Allah pun muncul kembali, karena kita terlalu tergesa-gesa menjudge itu sebagai hal yang buruk dan merupakan sebuah masalah. Terlalu fokus pada masalah itu sendiri tanpa harus memikirkan solusi dan juga hikmah dibalik masalah itu tadi.
oleh karena itu, kadang kita memerlukan musibah untuk dapat mengetahui apa itu nikmat. kita memerlukan penderitaan untuk bisa tahu apakah itu kesenangan yang sesungguhnya. Adalakanya manusia bahkan saya tidak bisa melihat Allah dalam keadaan kaya, lapang dan senang. Oleh karena itu Allah coba dengan kesusahan, kesempitan dan kemiskinan. siapa tahu dengan diberi kesusahan dan penderitaan, manusia itu bisa melihat Allah, mau mendekati dan mengenalNya.
Imam Ali memberikan nasihat yang bersumber dari Rasulullah Saw,
Ketahuilah, bagaimanapun takdir tetap berlaku. Kalau engkau ridha, takdir berlaku dan engkau mendapatkan ampun dan pahala. Sebaliknya, ketika engkau tidak ridha, takdir tetap berlaku dan engkau mendapat siksa”
Adakalanya Allah Swt mendatangkan atau memberi cobaan kepada manusia karena Dia menghendaki kebaikan pada hambaNya, mencintai hambaNya dan akan meninggikan derajatnya.
Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia memberinya cobaan agar Allah mendengar rintihan memohon kepadaNya.” (HR. al-Baihaqi)
Kita harus yakini bahwa adakalanya musibah atau kesusahan yang kita alami merupakan modal dari kesuksesan di masa yang akan datang, dan segala rupa kejadian kehidupan kita adalah lembaran kehidupan yang harus kita jalani, dan kita tinggal mengembalikan pada Allah Swt.
Malang, 21 june 2011
01:58 Am
Read Full Post »
You must be logged in to post a comment.